Minggu, 01 Agustus 2010

Akar bambu, bukan akar rumput


Dapat notes yang bagus dari blog seseorang, menggugah saya untuk memajangnya disini. here it is…
Alkisah, tersebutlah seorang pria yang putus asa dan ingin meninggalkan segalanya. Meninggalkan pekerjaan, hubungan, dan berhenti hidup.
 
Ia lalu pergi ke hutan untuk bicara yang terakhir kalinya dengan Tuhan Sang Maha Pencipta.
“Tuhan,” katanya. “Apakah Tuhan bisa memberi saya satu alasan yang baik untuk jangan berhenti hidup dan menyerah ?”
Jawaban Tuhan sangat mengejutkan.
“Coba lihat ke sekitarmu. Apakah kamu melihat pakis dan bambu ?”.
“Ya,” jawab pria itu.
“Ketika menanam benih pakis dan benih bambu, Aku merawat keduanya secara sangat baik. Aku memberi keduanya cahaya. Memberikan air. Pakis tumbuh cepat di bumi. Daunnya yang hijau segar menutupi permukaan tanah hutan. Sementara itu, benih bambu tidak menghasilkan apapun. Tapi Aku tidak menyerah.
“Pada tahun kedua, pakis tumbuh makin subur dan banyak,
tapi belum ada juga yang muncul dari benih bambu.
Tapi Aku tidak menyerah.

“Di tahun ketiga, benih bambu belum juga memunculkan sesuatu.
Tapi Aku tidak menyerah.

Di tahun ke-4, masih juga belum ada apapun dari benih bambu.
Aku tidak menyerah,” kataNya.

“Di tahun kelima, muncul sebuah tunas kecil.
Dibanding dengan pohon pakis, tunas itu tampak kecil dan tidak bermakna.

 
Tapi 6 bulan kemudian, bambu itu menjulang sampai 100 kaki.
Untuk menumbuhkan akar itu perlu waktu 5 tahun.
Akar ini membuat bambu kuat dan memberi apa yang diperlukan bambu untuk bertahan hidup.
Aku tak akan memberi cobaan yang tak sangup diatasi ciptaan-Ku, “kata Tuhan kepada pria itu.
“Tahukah kamu, anak-Ku, di saat menghadapi semua kesulitan dan perjuangan berat ini, kamu sebenarnya menumbuhkan akar-akar?”
“Aku tidak meninggalkan bambu itu. Aku juga tak akan meninggalkanmu.”
“Jangan membandingkan diri sendiri dengan orang lain,” kata Tuhan.
“Bambu mempunyai tujuan yang beda dengan pakis. Tapi keduanya membuat hutan menjadi indah.”
“Waktumu akan datang. Kamu akan menanjak dan menjulang tinggi.”
Saya yakin, segala sesuatu yang diciptakan oleh-Nya tidak ada yang sia-sia. Keberadaan kita, sebesar apapun kita mengeluh tiap harinya, pasti tidak sia-sia. Dunia ini diciptakan tidak dengan kebetulan belaka. Sama seperti masing-masing dari kita, pasti bukan suatu kebetulan belaka juga mengapa dari 16 juta sel sperma yang masuk menembus saluran telur hanya ada 1 sperma saja yang diijinkan membuahi sel telur dan berkembang menjadi sesosok manusia saat dilahirkan. Pasti bukan suatu kebetulan kita hidup di dunia ini. Namun adakalanya kita menyangsikan esensi dari kehidupan kita sendiri. Terutama saat kita merasa usaha kita belum membuahkan hasil.
Barangkali kita menjadikan itu masalah. Padahal bisa saja kita tidak sabar. Seperti yang saya yakini bahwa kesabaran bisa mengantarkan kita kepada kemenangan. Hanya saja kita sering kali memiliki ilusi persepsi yang bisa menutupi kesabaran. Ilusi persepsi yang sering kita kambing hitamkan sebagai masalah. Padahal Tuhan tidak pernah mengajarkan kita cara menghadapi masalah, Tuhan selalu mengajarkan dan membimbing kita menghadapi cobaan atau ujian.
Bukankah masalah itu hanya hasil dari ilusi persepsi dari keterbatasan pikiran manusia? Saat kita tidak bisa membuat keputusan, atau keputusan yang dibuat tidak tepat, saat belum menemukan jawaban dari pertanyaan dan kegelisahan,  saat kenyataan yang terjadi tidak sesuai harapan, kita sering tidak sabar dan langsung memasukkannya dalam folder berjudul ‘masalah’.
Akar bambu disiapkan selama 5 tahun agar ia siap tumbuh. Sebuah perjalanan panjang hingga ia bisa tumbuh sempurna menjadi bambu yang kokoh dan tegak. Dan 5 tahun itu bukanlah suatu kebetulan. Dan kekokohan yang terjadi bukanlah suatu kebetulan. Kita memang tidak pernah tau ujung yang pasti dari setiap cerita kehidupan. Barangkali apa yang kita usahakan tidak selalu sesuai dengan hasil yang kita impi-impikan. Tapi percayalah, itu bukan suatu kebetulan, dan tidak pernah ada yang sia-sia dalam dunia ini. Bahkan kehadiran setiap manusia di dunia ini. Semuanya memliliki perannya masing-masing, dan semua memiliki waktu tampilnya masing-masing. Jika peran itu memang sudah menjadi predikat dalam kalimat hidup kita, apakah kita sudah mempersiapkannya dengan baik pada saatnya kita tampil nanti?
Berbahagialah karena kita masih diberi kesempatan untuk menjadi bagian yang berarti dalam kehidupan ini. Walaupun kita sering merasa dunia berlaku tidak adil, percayalah Tuhan itu Maha Adil. Bahwa walaupun manusia tidak pernah mengetahui dengan pasti apa yang terbaik, tapi Tuhan akan memberikannya pada waktu, tempat, dan kondisi yang tepat. Karena Tuhan itu Maha Adil. Skenario besar akan berbicara disini. Hanya saja kita sering tidak sabar menunggu semuanya terungkap.
Resapi kembali peranan kita dalam alam semesta ini.
Semoga kita diberi kesabaran seperti akar bambu, bukan akar rumput…